Halo, agan-agan travelers!!
Selamat datang di thread sederhana. Mungkin thread ini sama seperti thread-thread travel story lainnya. Namun kali ini, cerita yg akan saya sampaikan bukan dari suatu destinasi wisata yg punya keindahan alam or tempat rekreasi pada umumnya.
Bisa dibilang, cerita perjalanan ini cukup anti-mainstream dan ga banyak orang yg tahu, bahkan ga pernah mengunjunginya. Yok, langsung aja mulai cerita perjalanan saya ini:
Trip ini terjadi gara-gara muncul sebuah pertanyaan unik di benak saya beberapa waktu lalu.
Kalimat itu sukses membuat saya jadi penasaran.
Mungkin nggak banyak dari agan-agan yang tahu di mana Sebatik itu berada. Karena memang tempat ini bukanlah destinasi mainstream bagi turis-turis pada umumnya.
Sebatik adalah sebuah pulau kecil yg terletak di provinsi Kalimantan Utara, tidak jauh ke arah utara dari pulau Tarakan.
Uniknya, pulau ini terbagi menjadi 2 wilayah yg statusnya dimiliki oleh kedua negara, yaitu Indonesia & Malaysia.
Yes, atas nama misi pribadi, saya pergi ke tempat tersebut. Ke perbatasan Indonesia dan Malaysia.
Salah satu alasan saya ke Sebatik adalah karena aksesnya yg tidak terlalu sulit dibandingkan perbatasan-perbatasan darat lainnya.
Saya yg pada saat itu masih berada di Berau pun langsung capcus ke Bandara Kalimarau untuk segara terbang ke Tarakan terlebih dahulu. Kebetulan bandara ini masih baru dibuka, meski kecil namun arsitekturnya yg modern n masih baru membuat gedung ini sangat apik dan indah untuk dilihat di sekeliling interiornya.
Saatnya terbang!!!
Karena bandaranya yg memang kecil, maka pesawat yg digunakan pun juga relatif kecil. Pas waktu itu saya naik pesawat jenis twin otter yang di sayap kiri-kanannya ada baling-baling. Well, jujur aja ini pengalaman pertama saya naik pesawat model begini.
Singkat cerita, tibalah saya di Bandara Juwata, Tarakan. Tanpa berlama-lama, saya langsung pergi ke pelabuhan Tengkayu yg masih berada di pusat kota. Dari pelabuhan ini saya bisa menyeberangi laut hingga ke P. Sebatik dalam waktu sekitar 3 jam dengan speed boat.
Di pelabuhan yg sangat sibuk ini juga ada kapal-kapal penyeberangan ke pulau-pulau kecil lainnya di sekitar. Salah satunya ke P. Nunukan, lainnya saya lupa nama2 pulaunya. Bahkan ada boat langsung ke Tawau, Malaysia!
Setelah check-in di penginapan n beberes-beres, langsung aja saya cari info tanya-tanya warga lokal sekitar perihal rental motor. Yes, saya butuh kendaraan motor agar lebih bebas ke sana kemari. Namun sulit sekali mencarinya, bahkan dari 2 nomor contact yg diberikan oleh ibu-ibu depan penginapan, keduanya mematok harga yg bisa membuat dompet saya nganga lebar.
Saat itu udah terlanjur malam dan saya memutuskan utk besok pagi coba cari lagi.
Esoknya pun saya usaha tanya-tanya lagi ke toko-toko sekitar. 4 toko bilang ga ada motor yg bisa dipinjam. Well, udah cukup putus asa juga waktu itu. Hingga saya coba tanya ke sebuah toko boneka di ujung gang. Negosiasi cukup alot n lama hingga akhirnya sang ibu percaya ke saya dan berani meminjamkan motornya.
Uniknya, saya sama sekali ga diminta uang perjam or perhari. Padahal saya udah nawarin karena udah meminjam. Toh, ternyata si ibu juga jarang pake motornya n udah percaya ke saya karena udah menitipkan KTP ke ibu. Sebagai gantinya, saya isi full bensin motornya.
Beruntunya lagi, ternyata ni motor "fresh from the oven" alias masih sangat baru!!
Terima kasih banyak, bu!!!
Di pelabuhan dekat pusat kotanya memang sudah ramai dengan ruko, swalayan, bank, penginapan, dan bangunan kecil lainnya. Namun beberapa kilometer ke dalam, di sisi kiri-kanan jalannya masih terdapat banyak hutan liar dan beberapa pemukiman warga lokal. Beberapa rumahnya masih berupa rumah panggung kayu yang memiliki lahan kelapa sawit milik pribadi.
Jalanannya pun aspal n mulus, naik turun karena konturnya berupa perbukitan.
Dari pengamatan dan wawancara, saya menemukan bahwa 80% kebutuhan sehari-hari warga Indonesia masih menyuplai dari Malaysia. Air minum, minyak goreng, bahan-bahan makanan, tabung gas, dan masih banyak lagi.
"POST AJI KUNING"
Penjelajahan membawa saya ke patok ketiga (third marker), tempat yang beberapa kali sering dikunjungi para tamu. Nama tempat itu adalah Pos Aji Kuning. Anyway, tamu di atas berarti jurnalis or tamu kenegaraan, ya.. bukan turis.
Dekat dengan pos tersebut, ada puluhan perumahan warga lokal yg relatif kecil. Semuanya terbuat dari rumah panggung kayu. Justru rumah-rumah inilah yang sesungguhnya menyimpan sebuah cerita menarik.
Saya ngobrol cukup lama dengan kedua bapak tentara tersebut. Kami ngobrol segala macam hal, dari politik hingga pengalaman pribadi. Dan ternyata keduanya masih sangat muda, hampir seumuran dengan saya.
Setelah beberapa saat, saya pun meminta izin mereka utk join foto-foto di patok perbatasan.
Tepat di belakang pos ini ada sebuah rawa/kanal kecil. Kanal ini yang dipercaya para warga sebagai garis batas kedua negara. Namun hingga sekarang pun tidak ada yg tahu di mana letak garis batasnya secara resmi. Jadi patok-patok yg ada di sini hanyalah perkiraan saja.
Bahkan dari pinggiran kali (sungai kecil) nya saya bisa lihat rumah-rumah wilayah Malaysia di seberang. Kapal kayu warna-warni ini juga milik warga Malaysia dengan bendera kecil di bagian belakangnya.
Saya juga dapat info dari bapak tentara kalo orang-orang Indo seringkali menyeberangi negara dari kali kecil ini dengan menggunakan kapal kayu bermotor. Cuma 20 menit saja mereka udah sampai di Dermaga Batu di kota Tawau, Malaysia.
Mendengar akan hal itu, saya pun juga berniat utk melakukannya!
Namun apadaya... passport saya ga ada cap check-out (tanda keluar negara). Pos Aji Kuning hanyalah pos biasa, bukan counter imigrasi, jadi warga lokal yg ingin menyebrang hanya dicatat identitasnya aja di buku besar sebagai laporan. Mereka yg sering nyebrang pun juga sudah memiliki izin (semacam visa) bolak-balik di passport Indonesianya.
Cap check-out cuma bisa didapat di kantor imigrasi yg katanya ada di Tarakan dan Nunukan. Juga bisa didapat jika naik boat langsung dari Tarakan ke Tawau. Namun cerita saya di sini beda. Kalo saya nekad nyebrang mungkin kesannya ilegal dan beberapa kali saya diperingatin ama bapak-bapak polisi perbatasan utk tidak nekad.
Karena kalo udah sampe ketangkep polis Malaysia, mungkin saya bisa tahun baruan di sana kali!
Jadi apa boleh buat.... terpaksa saya harus menghentikan perjalanan sampai di sini dulu. Mungkin kedepannya saya mo coba lagi.
"Yes, dari sini saya bisa mencapai Malaysia hanya dengan menggunakan perahu motor kecil"
"It's not just about the destination, but the journey"
Selamat datang di thread sederhana. Mungkin thread ini sama seperti thread-thread travel story lainnya. Namun kali ini, cerita yg akan saya sampaikan bukan dari suatu destinasi wisata yg punya keindahan alam or tempat rekreasi pada umumnya.
Bisa dibilang, cerita perjalanan ini cukup anti-mainstream dan ga banyak orang yg tahu, bahkan ga pernah mengunjunginya. Yok, langsung aja mulai cerita perjalanan saya ini:
Trip ini terjadi gara-gara muncul sebuah pertanyaan unik di benak saya beberapa waktu lalu.
Question in my mind
Kalimat itu sukses membuat saya jadi penasaran.
Mungkin nggak banyak dari agan-agan yang tahu di mana Sebatik itu berada. Karena memang tempat ini bukanlah destinasi mainstream bagi turis-turis pada umumnya.
Sebatik adalah sebuah pulau kecil yg terletak di provinsi Kalimantan Utara, tidak jauh ke arah utara dari pulau Tarakan.
Uniknya, pulau ini terbagi menjadi 2 wilayah yg statusnya dimiliki oleh kedua negara, yaitu Indonesia & Malaysia.
Yes, atas nama misi pribadi, saya pergi ke tempat tersebut. Ke perbatasan Indonesia dan Malaysia.
Salah satu alasan saya ke Sebatik adalah karena aksesnya yg tidak terlalu sulit dibandingkan perbatasan-perbatasan darat lainnya.
Saya yg pada saat itu masih berada di Berau pun langsung capcus ke Bandara Kalimarau untuk segara terbang ke Tarakan terlebih dahulu. Kebetulan bandara ini masih baru dibuka, meski kecil namun arsitekturnya yg modern n masih baru membuat gedung ini sangat apik dan indah untuk dilihat di sekeliling interiornya.
Saatnya terbang!!!
Karena bandaranya yg memang kecil, maka pesawat yg digunakan pun juga relatif kecil. Pas waktu itu saya naik pesawat jenis twin otter yang di sayap kiri-kanannya ada baling-baling. Well, jujur aja ini pengalaman pertama saya naik pesawat model begini.
Flying
Singkat cerita, tibalah saya di Bandara Juwata, Tarakan. Tanpa berlama-lama, saya langsung pergi ke pelabuhan Tengkayu yg masih berada di pusat kota. Dari pelabuhan ini saya bisa menyeberangi laut hingga ke P. Sebatik dalam waktu sekitar 3 jam dengan speed boat.
Di pelabuhan yg sangat sibuk ini juga ada kapal-kapal penyeberangan ke pulau-pulau kecil lainnya di sekitar. Salah satunya ke P. Nunukan, lainnya saya lupa nama2 pulaunya. Bahkan ada boat langsung ke Tawau, Malaysia!
Tiba di Sebatik
Setelah check-in di penginapan n beberes-beres, langsung aja saya cari info tanya-tanya warga lokal sekitar perihal rental motor. Yes, saya butuh kendaraan motor agar lebih bebas ke sana kemari. Namun sulit sekali mencarinya, bahkan dari 2 nomor contact yg diberikan oleh ibu-ibu depan penginapan, keduanya mematok harga yg bisa membuat dompet saya nganga lebar.
Saat itu udah terlanjur malam dan saya memutuskan utk besok pagi coba cari lagi.
Esoknya pun saya usaha tanya-tanya lagi ke toko-toko sekitar. 4 toko bilang ga ada motor yg bisa dipinjam. Well, udah cukup putus asa juga waktu itu. Hingga saya coba tanya ke sebuah toko boneka di ujung gang. Negosiasi cukup alot n lama hingga akhirnya sang ibu percaya ke saya dan berani meminjamkan motornya.
Uniknya, saya sama sekali ga diminta uang perjam or perhari. Padahal saya udah nawarin karena udah meminjam. Toh, ternyata si ibu juga jarang pake motornya n udah percaya ke saya karena udah menitipkan KTP ke ibu. Sebagai gantinya, saya isi full bensin motornya.
Beruntunya lagi, ternyata ni motor "fresh from the oven" alias masih sangat baru!!
Terima kasih banyak, bu!!!
on the way
Di pelabuhan dekat pusat kotanya memang sudah ramai dengan ruko, swalayan, bank, penginapan, dan bangunan kecil lainnya. Namun beberapa kilometer ke dalam, di sisi kiri-kanan jalannya masih terdapat banyak hutan liar dan beberapa pemukiman warga lokal. Beberapa rumahnya masih berupa rumah panggung kayu yang memiliki lahan kelapa sawit milik pribadi.
Jalanannya pun aspal n mulus, naik turun karena konturnya berupa perbukitan.
Dari pengamatan dan wawancara, saya menemukan bahwa 80% kebutuhan sehari-hari warga Indonesia masih menyuplai dari Malaysia. Air minum, minyak goreng, bahan-bahan makanan, tabung gas, dan masih banyak lagi.
Kebutuhan dari Malaysia
Patok pertama
Monumen Garuda
"POST AJI KUNING"
Penjelajahan membawa saya ke patok ketiga (third marker), tempat yang beberapa kali sering dikunjungi para tamu. Nama tempat itu adalah Pos Aji Kuning. Anyway, tamu di atas berarti jurnalis or tamu kenegaraan, ya.. bukan turis.
Dekat dengan pos tersebut, ada puluhan perumahan warga lokal yg relatif kecil. Semuanya terbuat dari rumah panggung kayu. Justru rumah-rumah inilah yang sesungguhnya menyimpan sebuah cerita menarik.
rumah
another thing
Pos Aji Kuning
Saya ngobrol cukup lama dengan kedua bapak tentara tersebut. Kami ngobrol segala macam hal, dari politik hingga pengalaman pribadi. Dan ternyata keduanya masih sangat muda, hampir seumuran dengan saya.
Setelah beberapa saat, saya pun meminta izin mereka utk join foto-foto di patok perbatasan.
foto-foto di perbatasan
Tepat di belakang pos ini ada sebuah rawa/kanal kecil. Kanal ini yang dipercaya para warga sebagai garis batas kedua negara. Namun hingga sekarang pun tidak ada yg tahu di mana letak garis batasnya secara resmi. Jadi patok-patok yg ada di sini hanyalah perkiraan saja.
Bahkan dari pinggiran kali (sungai kecil) nya saya bisa lihat rumah-rumah wilayah Malaysia di seberang. Kapal kayu warna-warni ini juga milik warga Malaysia dengan bendera kecil di bagian belakangnya.
Saya juga dapat info dari bapak tentara kalo orang-orang Indo seringkali menyeberangi negara dari kali kecil ini dengan menggunakan kapal kayu bermotor. Cuma 20 menit saja mereka udah sampai di Dermaga Batu di kota Tawau, Malaysia.
Mendengar akan hal itu, saya pun juga berniat utk melakukannya!
Namun apadaya... passport saya ga ada cap check-out (tanda keluar negara). Pos Aji Kuning hanyalah pos biasa, bukan counter imigrasi, jadi warga lokal yg ingin menyebrang hanya dicatat identitasnya aja di buku besar sebagai laporan. Mereka yg sering nyebrang pun juga sudah memiliki izin (semacam visa) bolak-balik di passport Indonesianya.
Cap check-out cuma bisa didapat di kantor imigrasi yg katanya ada di Tarakan dan Nunukan. Juga bisa didapat jika naik boat langsung dari Tarakan ke Tawau. Namun cerita saya di sini beda. Kalo saya nekad nyebrang mungkin kesannya ilegal dan beberapa kali saya diperingatin ama bapak-bapak polisi perbatasan utk tidak nekad.
Karena kalo udah sampe ketangkep polis Malaysia, mungkin saya bisa tahun baruan di sana kali!
Jadi apa boleh buat.... terpaksa saya harus menghentikan perjalanan sampai di sini dulu. Mungkin kedepannya saya mo coba lagi.
"Yes, dari sini saya bisa mencapai Malaysia hanya dengan menggunakan perahu motor kecil"
"It's not just about the destination, but the journey"
Labels:
Gaya Hidup,
True Story